Menurut Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, pengiriman bahan bakar yang seharusnya masuk ke Gaza telah diblokir, meninggalkan otoritas Israel sebagai satu-satunya yang mengendalikan aliran bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut. "Penutupan perbatasan terus menghalangi upaya PBB untuk mengirim bahan bakar. Tanpa bahan bakar, semua operasi kemanusiaan akan terhenti," keluh Tedros di Twitter.
Penutupan perbatasan tidak hanya mengganggu pengiriman bantuan kemanusiaan tetapi juga memperparah krisis kesehatan di Gaza. Dengan rumah sakit yang beroperasi dengan cadangan bahan bakar yang semakin menipis, layanan penting berisiko dihentikan dengan segera. Bahkan, fasilitas kesehatan besar, termasuk rumah sakit bersalin utama di Rafah, telah menghentikan penerimaan pasien, meninggalkan ribuan orang rentan di tengah konflik yang sedang berlangsung.
Situasi menjadi sangat sulit bagi wanita hamil, dengan Dana Kependudukan PBB (UNFPA) melaporkan bahwa Rumah Sakit Bersalin Al-Helal Al-Emairati, yang sebelumnya menangani hampir separuh kelahiran harian di Gaza, kini tidak lagi beroperasi. Marwan Homs, kepala Rumah Sakit Abu Youssef al-Najjar di Rafah, mengonfirmasi bahwa fasilitas tersebut telah dievakuasi, yang lebih membebani sistem kesehatan yang sudah terlalu padat.
Sementara ketegangan semakin meningkat dan ancaman serangan besar-besaran Israel menggantung di atas Rafah, warga sipil terjebak di antara pertempuran, mencari perlindungan di tempat penampungan yang penuh sesak dengan akses terbatas terhadap makanan, air, dan persediaan medis. Krisis kemanusiaan yang sedang terjadi di Gaza menegaskan perlunya intervensi internasional untuk mengurangi penderitaan dan mencegah eskalasi kekerasan lebih lanjut. (berbagai sumber/sekar)